Perikatan dan Perjanjian
Perikatan adalah hubungan hukum
yang terjadi diantara dua orang
atau lebih, yakni pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib
memenuhi prestasi, begitu juga sebaliknya. Perikatan dapat timbul Karena :
1. Perjanjian (kontrak)
2. Bukan dari perjanjian (dari undang-undang)
Perjanjian adalah peristiwa dimana pihak
yang satu berjanji kepada pihak yang lain untuk melaksanakan suatu hal. Dari perjanjian ini maka timbullah suatu peristiwa
berupa hubungan hukum antara kedua belah pihak.
Hubungan ini yang dinamakan dengan perikatan. Dengan kata lain hubungan perikatan
dan perjanjian adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan. Perjanjian merupakan salah satu sumber yang
paling banyak menimbulkan perikatan karena hukum perjanjian menganut sistem terbuka. Oleh karena itu setiap anggota masyarakat bebas
untuk mengadakan perjanjian.
Dasar hukum perikatan adalah sebagai
berikut :
1.
Perikatan yang
timbul dari persetujuan (perjanjian)
2.
Perikatan yang
timbul dari undang-undang
Perikatan yang timbul dari undang-undang dapat
dibagi menjadi 2 yakni perikatan terjadi karena undang-undang semata dan
perikatan terjadi karena undang-undang akibat dari perbuatan manusia
3.
Perikatan
terjadi bukan perjanjian tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum dan
perwakilan sukarela
Asas-asas dalam hukum perjanjian yakni :
1.
Asas Kebebasan
Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak menyebutkan bahwa segala
sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
2.
Asas
konsensualisme
Asas konsensualisme artinya bahwa perjanjian itu
lahir pada saat tercapainya kata sepaka tantara para pihak mengenai hal yang
pokok dan tidak memerlukan formalitas. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan
adanya empat syarat yaitu :
a.
Kata sepakat antara
para pihak yang mengikatkan diri
b.
Cakap untuk membuat
suatu perjanjian
c.
Mengenai suatu hal
tertentu
d.
Suatu sebab yang
halal
Contoh
kasus perikatan dan perjanjian
Kasus ini bermula ketika GMF memberikan biaya
jasa kepada Batavia Air, seperti menambah angin ban dan penggantian oli
pesawat. Sampai pada akhirnya, Batavia Air tidak juga melunasi biaya perawatan
pesawat yang telah jatuh tempo sejak awal tahun 2008.GMF menuding Batavia telah
melakukan wanprestasi sampai jatuh tempo. Total nilai utang yang seharusnya
dilunasi oleh Batavia Air adalah sebesar 1,192 juta dollar AS.
Untuk menyelesaikan penagihan utang tersebut,
GMF telah mengajukan gugatan perdata terhadap Batavia melalui Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat pada 25 September 2008. Pada tanggal 4 Maret 2009 lalu, untuk
pertama kalinya Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan permohonan sita
jaminan terhadap pesawat terbang milik Batavia dengan surat penetapan sita
jaminan Nomor 335/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Pst.
GMF menyita ketujuh pesawat Batavia yang merupakan pesawat Boeing 737-200
dengan tujuh nomor seri dan nomor registrasi yang berbeda. Agar gugatan tidak
sia-sia, permohonan sita jaminan diajukan agar selama perkara berlangsung
Batavia tidak memindahtangankan atau memperjualbelikan asetnya.Ketujuh pesawat
Batavia berstatus sita jaminan sampai kewajibannya dilunasi.Batavia juga
dihukum membayar sisa tagihan kepada GMF atas biaya penggantian dan perbaikan
mesin bearing pesawat Batavia.Maskapai penerbangan itu terbukti melakukan
wanprestasi terhadap pembayaran utang sebesar AS$ 256.266 plus bunga 6 persen
per tahun terhitung sejak 17 November 2007.Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat juga menolak seluruh gugatan yang diajukan PT Metro Batavia
terhadap GMF AeroAsia dalam perkara kerusakan dua engine berkode ESN 857854 dan
ESN 724662.Keputusan ini dibacakan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat pada 11 Maret 2009.
Meski ketujuh pesawat Batavia disita, pesawat
Batavia masih bisa beroperasi selama masa sitaan di wilayah Indonesia.Karena
apabila pesawat berada di luar negeri, pengadilan negeri tidak memiliki
kewenangan untuk melakukan eksekusi.Hal itu
untuk menjaga kepentingan transportasi umum tetap terlayani. Izin operasional
ini masuk dalam penetapan sita jaminan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor
335/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Pst tertanggal
4 Maret 2009 yang diumumkan kuasa hukum Garuda, Adnan Buyung Nasution. Dalam
hal ini berdasarkan Pasal 227 HIR dan Pasal 1131 KUHPerdata, semua jenis atau
bentuk harta kekayaan debitur, baik yang bergerak maupun tidak bergerak,
menjadi tanggungan atau jaminan untuk segala utang debitur. Sita jaminan hanya
dilarang terhadap hewan dan barang yang bisa digunakan untuk menjalankan
pencaharian debitur.Pesawat terbang bisa dijadikan objek sita jaminan.Pesawat
tidak dikategorikan sebagai barang yang diatur dalam Pasal 196 HIR, melainkan
sebagai alat perdagangan.
Penetapan itu berbunyi, mengabulkan
permohonan sita jaminan (conservatoir beslag) penggugat dengan batasan dan
ketentuan sebagai berikut.Pertama, menyatakan pesawat-pesawat terbang dalam
sitaan tersebut tetap dapat dioperasikan demi kepentingan pelayanan
transportasi umum selama dalam sitaan.Kedua,
menyatakan pesawat-pesawat terbang dalam sitaan tersebut hanya boleh
dioperasikan terbatas dalam wilayah Negara Republik Indonesia selama dalam
sitaan.Ketiga, memerintahkan termohon (Batavia Air) merawat pesawat-pesawat
terbang dalam sitaan itu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku dengan biaya yang dibebankan kepada termohon sita. Keempat,
memerintahkan termohon untuk selalu melaporkan kepada Departemen Perhubungan cq
Direkrorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara dan Pemohon atas
setiap perubahan pada pesawat, termasuk tidak terbatas pada mesin pesawat udara
dan auxiliary power unit (APU) dari pesawat yang disita. Kelima, memerintahkan
termohon sita menghadirkan pesawat-pesawat terbang dalam sitaan tersebut di
Bandara Soekarno-Hatta pada saat sita jaminan diletakkan oleh Pengadilan
Negeri. Keenam, memerintahkan juru sita Pengadilan Negeri melaporkan sita
jaminan atas pesawat-pesawat terbang yang telah diletakkan pada Departemen
Perhubungan cq Direkrorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara.
Ketujuh, memerintahkan juru sita Pengadilan Negeri yang melakukan sita jaminan
pesawat terbang berkoordinasi dengan Departemen Perhubungan cq Direkrorat
Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara dalam melakukan sita jaminan,
terkait dengan identifikasi pesawat terbang dan status pesawat guna menghindari
terjadinya peletakan sita jaminan dan eksekusi yang sia-sia. Kedelapan,
memerintahkan termohon sita melaporkan segala perubahan barang tersita kepada
Departemen Perhubungan cq Direkrorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat
Udara.
Batavia melaporkan penyitaan kepada
Departemen Perhubungan supaya dicatat, atas pesawat yang disita ke Direktorat
Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara Ditjen Pehubungan Udara
Departemen Perhubungan.Pencatatan itu terkait dengan identifikasi dan status
pesawat agar sita jaminan tidak sia-sia, termasuk setiap perubahan terhadap
pesawat selama dalam masa sitaan.Selain itu, Batavia harus merawat pesawat
sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.Majelis hakim membebankan biaya
perawatan itu ke Batavia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar